
tTokoberita.com — Kejaksaan Negeri (Kejari) Labuhanbatu resmi menahan mantan Kepala Desa Bandar Kumbul, Kecamatan Bilah Barat, yang menjabat pada periode 2018–2022, atas dugaan penggelapan dana desa dengan nilai fantastis mencapai Rp1,6 miliar. Tindakan ini menjadi sorotan tajam terhadap tata kelola keuangan desa yang dinilai belum sepenuhnya akuntabel dan transparan.
Tersangka berinisial TH tersebut diduga kuat menyalahgunakan kewenangannya selama masa jabatannya untuk memperkaya diri sendiri dengan cara mencairkan dana desa tanpa pertanggungjawaban yang jelas. Dana yang seharusnya digunakan untuk pembangunan dan kesejahteraan masyarakat justru dialihkan untuk kepentingan pribadi.
Tidak hanya TH, Kejari Labuhanbatu juga menetapkan dan menahan LM (28), yang menjabat sebagai bendahara desa dalam periode yang sama. LM diduga turut serta dalam memfasilitasi proses penyelewengan dana dengan cara memalsukan laporan keuangan dan mendukung pencairan anggaran secara ilegal.
Kepala Seksi Intelijen Kejari Labuhanbatu, Memed Rahmad Sugama, dalam pernyataannya pada Rabu (tanggal sesuai peristiwa), menyebutkan bahwa tindakan kedua tersangka jelas bertentangan dengan prinsip tata kelola pemerintahan desa yang bersih, transparan, dan bertanggung jawab. “Mereka telah mengkhianati kepercayaan masyarakat desa,” tegasnya.
Kasus ini pertama kali mencuat setelah adanya laporan masyarakat yang curiga terhadap pembangunan desa yang tidak berjalan sesuai rencana, meskipun anggaran terus dicairkan. Masyarakat juga menyoroti ketidakterbukaan informasi keuangan desa selama kepemimpinan TH.
Setelah laporan diterima, Kejari Labuhanbatu melakukan penyelidikan intensif, termasuk pemeriksaan dokumen anggaran desa dari tahun 2018 hingga 2022. Dari audit internal dan keterangan sejumlah saksi, ditemukan banyak ketidaksesuaian antara laporan penggunaan anggaran dan kondisi riil di lapangan.
Berdasarkan hasil pemeriksaan awal, TH diduga menggunakan dana desa untuk keperluan pribadi seperti pembelian kendaraan mewah dan renovasi rumah pribadinya. Beberapa proyek fiktif juga terungkap, seperti pembangunan saluran air dan perbaikan jalan desa yang tidak pernah direalisasikan meskipun anggarannya telah dicairkan penuh.
Peran LM sebagai bendahara desa juga tidak bisa dianggap kecil. Ia diketahui membantu memanipulasi pembukuan desa dan menandatangani dokumen pencairan anggaran meski tanpa bukti pelaksanaan kegiatan. Hal ini membuat proses korupsi dapat berjalan secara sistematis selama beberapa tahun.
Kejaksaan menegaskan bahwa pengusutan kasus ini akan dilakukan secara menyeluruh dan tidak menutup kemungkinan adanya tersangka baru. Saat ini, tim penyidik masih mendalami aliran dana dan keterlibatan pihak lain, termasuk kemungkinan adanya pihak luar desa yang turut diuntungkan dari praktik korupsi ini.
Kejadian ini kembali menjadi pengingat bahwa pengawasan terhadap penggunaan dana desa masih menjadi tantangan besar, terutama di daerah yang belum memiliki sistem pengawasan internal yang kuat. Padahal, dana desa merupakan salah satu instrumen penting pemerintah dalam membangun daerah dari bawah.
Akibat perbuatannya, TH dan LM dijerat dengan Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001. Keduanya terancam hukuman maksimal 20 tahun penjara dan denda miliaran rupiah.
Masyarakat Desa Bandar Kumbul menyambut baik penahanan tersebut. Mereka berharap proses hukum dapat berjalan transparan dan menjadi pembelajaran bagi para pemimpin desa lainnya agar tidak menyalahgunakan kewenangan. “Kami selama ini hanya bisa bertanya-tanya ke mana dana itu pergi. Semoga ini menjadi titik terang bagi desa kami,” ujar salah satu warga.
Pemerintah Kabupaten Labuhanbatu sendiri menyatakan akan mengevaluasi seluruh kepala desa yang masih menjabat, guna memastikan tidak ada penyimpangan serupa di desa-desa lain. Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa juga akan memperketat pelaporan dan pemantauan proyek pembangunan di tingkat desa.
Kasus ini juga mendorong aktivis antikorupsi dan lembaga swadaya masyarakat untuk terus mengadvokasi pentingnya keterbukaan anggaran di desa. Mereka menilai bahwa selama dana desa tidak dikawal dengan ketat oleh masyarakat dan lembaga pengawas, maka celah korupsi akan selalu ada.
Dengan terbongkarnya kasus ini, diharapkan menjadi peringatan keras bagi kepala desa lainnya agar menjalankan tugas dengan jujur dan bertanggung jawab. Dana desa adalah amanah rakyat yang harus digunakan sebaik-baiknya demi pembangunan dan kesejahteraan masyarakat, bukan untuk memperkaya diri sendiri.