
TOKOBERITA.COM – Pengadilan Militer I-02 Medan menjatuhkan vonis 10 bulan penjara terhadap Sertu Al Hadid, seorang anggota TNI yang terlibat dalam kasus penipuan penerimaan calon siswa (casis) TNI. Selain dipecat dari kesatuan, mantan atlet pencak silat ini juga harus menanggung konsekuensi hukum atas perbuatannya. Kasus ini mencuat setelah adanya laporan dari korban yang merasa dirugikan oleh janji masuk TNI yang tidak pernah terwujud.
Sertu Al Hadid diketahui bukan hanya seorang prajurit, melainkan juga atlet pencak silat yang pernah mewakili Indonesia di kejuaraan internasional. Namun, reputasinya sebagai atlet dan anggota TNI ternodai setelah ia terbukti bersalah melakukan penipuan bersama seorang perempuan bernama Nina Wati. Keduanya diduga memanfaatkan kepercayaan masyarakat yang ingin mendaftarkan anak atau kerabat mereka sebagai casis TNI.
Vonis pemecatan dan hukuman penjara terhadap Al Hadid dibacakan pada Kamis (13/6/2025) di Pengadilan Militer I-02 Medan. Majelis hakim menyatakan bahwa terdakwa telah melanggar sejumlah pasal terkait penipuan dan penggelapan. “Ada agenda putusan terdakwa Sertu Al Hadid. Itu di awal tersangka didakwa penipuan atau penggelapan,” jelas Kapten Slamet, juru bicara Pengadilan Militer I-02 Medan.
Kasus ini bermula ketika sejumlah calon siswa TNI dan keluarganya melaporkan adanya praktik penipuan dalam proses penerimaan anggota baru. Korban mengaku telah membayar sejumlah uang kepada Al Hadid dan Nina Wati dengan iming-iming dapat diterima sebagai casis TNI. Namun, setelah uang diserahkan, tidak ada proses seleksi yang benar-benar dilakukan, dan korban pun menyadari bahwa mereka telah dibohongi.
Berdasarkan hasil penyelidikan, Al Hadid dan Nina Wati menggunakan modus operandi yang terstruktur. Mereka memanfaatkan nama TNI untuk meyakinkan korban bahwa mereka memiliki akses khusus dalam proses penerimaan anggota baru. Beberapa korban bahkan diberikan dokumen palsu sebagai “bukti” bahwa mereka telah lolos seleksi. Padahal, dokumen tersebut tidak memiliki kekuatan hukum sama sekali.
Selain merugikan korban secara finansial, kasus ini juga merusak citra TNI di mata masyarakat. Institusi militer yang seharusnya menjadi simbol disiplin dan kejujuran justru tercoreng akibat ulah oknum anggotanya. Pihak TNI pun mengambil langkah tegas dengan memecat Al Hadid dan mendukung proses hukum yang transparan.
Dalam persidangan, jaksa penuntut umum menyampaikan bahwa Al Hadid telah melanggar Pasal 378 KUHP tentang penipuan dan Pasal 372 KUHP tentang penggelapan. Selain itu, ia juga dijerat dengan pasal-pasal dari hukum militer yang mengatur tentang pelanggaran kode etik prajurit.
Sementara itu, Nina Wati sebagai rekan dalam kasus ini juga sedang menjalani proses hukum terpisah. Pihak berwajib masih mendalami peran serta perempuan tersebut dalam jaringan penipuan ini. Diduga, ia bertugas sebagai perekrut korban sekaligus pengumpul dana sebelum uang tersebut dibagi dengan Al Hadid.
Para korban yang hadir dalam persidangan mengaku kecewa dengan tindakan Al Hadid. Sebagian dari mereka adalah keluarga dengan ekonomi menengah ke bawah yang rela mengeluarkan uang dalam jumlah besar demi harapan anak mereka bisa bergabung dengan TNI. “Kami sudah percaya karena dia anggota TNI, tapi ternyata kami ditipu,” ujar salah satu korban.
Kasus ini juga menyoroti pentingnya sosialisasi mekanisme resmi penerimaan anggota TNI kepada masyarakat. Banyak korban yang tidak mengetahui prosedur standar seleksi, sehingga mudah tertipu oleh oknum yang mengaku memiliki “jalan pintas”. Pihak TNI pun diharapkan dapat meningkatkan pengawasan terhadap anggotanya agar tidak terjadi penyalahgunaan wewenang.
Sebagai mantan atlet pencak silat, Al Hadid sebenarnya memiliki potensi besar untuk membanggakan nama Indonesia di kancah internasional. Namun, pilihannya untuk terlibat dalam tindak pidana justru menghancurkan karier dan reputasinya. Rekan-rekan sesama atlet pun merasa kecewa dengan tindakannya.
Pengadilan Militer I-02 Medan menegaskan bahwa vonis 10 bulan penjara terhadap Al Hadid diharapkan dapat memberikan efek jera, baik bagi dirinya maupun oknum lain yang berniat melakukan kejahatan serupa. “Ini pelajaran penting bahwa tindakan melanggar hukum, apalagi yang merugikan masyarakat, akan ditindak tegas,” tegas Kapten Slamet.
Di sisi lain, keluarga Al Hadid menyatakan penyesalan atas perbuatan yang dilakukan oleh anak mereka. Mereka berharap agar setelah menjalani hukuman, Al Hadid dapat memperbaiki diri dan tidak mengulangi kesalahan yang sama.
Kasus ini menjadi pengingat bagi seluruh lapisan masyarakat, termasuk aparat negara, untuk selalu menjunjung tinggi integritas. Penegakan hukum yang tegas terhadap pelaku penipuan diharapkan dapat memulihkan kepercayaan publik terhadap institusi TNI.
Dengan vonis yang telah dijatuhkan, proses hukum terhadap Al Hadid resmi berakhir. Namun, upaya pencegahan penipuan serupa harus terus digencarkan melalui edukasi dan pengawasan yang lebih ketat di masa depan.