
Tokoberita.com – Pemerintah Provinsi Sumatera Utara (Pemprov Sumut) menunjukkan komitmennya dalam upaya pemberantasan korupsi setelah muncul dugaan penerimaan gratifikasi oleh salah satu pejabat internalnya. Dugaan ini mencuat setelah seorang inspektur pembantu di lingkungan Inspektorat Pemprov Sumut diduga terlibat dalam praktik tidak etis tersebut.
Inspektur Pemprov Sumut, Sulaiman Harahap, secara terbuka merespons isu ini kepada publik. Ia menyatakan bahwa pihaknya telah mengambil langkah awal yang tegas dengan menonaktifkan inspektur pembantu tersebut dari jabatannya. Langkah ini dilakukan guna memastikan bahwa proses pemeriksaan berjalan objektif dan tidak terpengaruh oleh jabatan atau kedudukan pihak yang bersangkutan.
Menurut Sulaiman, selain inspektur pembantu, sejumlah auditor yang bertugas di instansi yang sama juga ikut diperiksa karena diduga mengetahui atau bahkan terlibat dalam kasus ini. Pemeriksaan internal tengah dilakukan secara intensif oleh tim khusus dari Inspektorat Provinsi.
“Benar, dinonaktifkan sementara dalam rangka pemeriksaan dugaan menerima gratifikasi,” ujar Sulaiman Harahap saat dikonfirmasi pada Minggu, 4 Mei 2025. Ia menegaskan bahwa tindakan ini bersifat sementara selama proses penyelidikan berlangsung, dan belum bisa disimpulkan apakah pihak-pihak tersebut bersalah.
Langkah penonaktifan ini merupakan bagian dari prosedur standar yang diterapkan oleh Pemprov Sumut dalam menangani dugaan pelanggaran etik dan hukum. Pemeriksaan internal tersebut diharapkan dapat mengungkap kebenaran dan memberikan kejelasan terkait keterlibatan pihak-pihak yang sedang diperiksa.
Sulaiman juga menjelaskan bahwa Pemprov Sumut tidak akan menoleransi bentuk gratifikasi atau korupsi dalam bentuk apapun. Ia menekankan pentingnya menjaga integritas aparatur pemerintah, terutama mereka yang bertugas di bidang pengawasan dan pengendalian internal seperti Inspektorat.
Masyarakat Sumatera Utara pun memberikan perhatian besar terhadap kasus ini, mengingat pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam birokrasi pemerintahan. Banyak pihak menilai langkah penonaktifan merupakan tindakan yang tepat sebagai bentuk tanggung jawab moral dan profesional.
Di sisi lain, berbagai organisasi masyarakat sipil dan pengamat kebijakan publik turut mendesak agar pemeriksaan dilakukan secara transparan dan tidak ditutup-tutupi. Mereka berharap hasil dari pemeriksaan ini diumumkan ke publik agar tidak menimbulkan spekulasi liar di tengah masyarakat.
Kasus ini juga menjadi pengingat pentingnya sistem pengawasan internal yang kuat di setiap instansi pemerintahan. Terlebih, Inspektorat memiliki peran penting dalam memastikan tata kelola yang bersih, transparan, dan akuntabel. Jika aparat pengawas sendiri terlibat dalam praktik menyimpang, kepercayaan publik terhadap pemerintahan bisa mengalami kemunduran.
Sulaiman menambahkan bahwa jika nantinya ditemukan bukti kuat terkait pelanggaran hukum, maka pihaknya akan menyerahkan kasus ini ke aparat penegak hukum seperti Kepolisian atau Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk ditindaklanjuti. Ia berjanji akan bekerja sama secara penuh demi menegakkan hukum.
Pemprov Sumut kini juga tengah mengkaji kembali mekanisme pengawasan internal, termasuk evaluasi terhadap proses audit, pelaporan, dan sistem rotasi jabatan di Inspektorat. Evaluasi ini diharapkan bisa memperkuat sistem integritas dan mencegah terulangnya kasus serupa di masa mendatang.
Kasus dugaan gratifikasi ini mencoreng citra Inspektorat sebagai lembaga pengawasan. Oleh sebab itu, proses pemeriksaan dan pengambilan keputusan harus dilakukan dengan adil, profesional, serta berdasarkan bukti-bukti yang sahih.
Publik berharap agar upaya penegakan integritas birokrasi tidak hanya berhenti pada penonaktifan, namun juga ditindaklanjuti dengan reformasi sistemik di tubuh Pemprov Sumut. Transparansi proses pemeriksaan dan keterlibatan lembaga independen akan menjadi kunci untuk memulihkan kepercayaan masyarakat.
Pemprov Sumut menegaskan bahwa langkah-langkah selanjutnya akan diumumkan setelah pemeriksaan internal selesai dilakukan. Sulaiman Harahap menutup pernyataannya dengan harapan agar seluruh pegawai di lingkungan pemerintah tetap menjaga profesionalisme dan menjauhi praktik-praktik yang dapat mencoreng nama baik institusi.
Dengan penanganan yang tegas dan terbuka, diharapkan kasus ini menjadi pelajaran bagi seluruh aparatur sipil negara, bahwa penyalahgunaan jabatan tidak akan ditoleransi dan akan diproses sesuai hukum yang berlaku.