
Tokoberita.com – Unit Subdit II Direktorat Reserse Siber Polda Sumatera Utara berhasil membongkar praktik pornografi daring yang dilakukan secara live streaming di wilayah Kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten Deli Serdang. Pengungkapan ini merupakan bagian dari upaya penegakan hukum terhadap kejahatan siber yang meresahkan masyarakat, terutama di kalangan remaja dan generasi muda.
Dalam penggerebekan yang dilakukan baru-baru ini, pihak kepolisian berhasil mengamankan tiga orang tersangka yang terlibat langsung dalam aksi tak senonoh tersebut. Mereka adalah RA, yang berperan sebagai germo atau perekrut; RPL (19), sebagai pemeran pria; dan MGOS (15), seorang remaja perempuan yang menjadi pemeran wanita dalam siaran langsung tersebut.
Kasus ini terungkap setelah tim siber Polda Sumut menerima laporan masyarakat yang merasa resah dengan adanya konten tidak senonoh yang tersebar melalui aplikasi live streaming bernama Tevi. Setelah dilakukan penyelidikan intensif, petugas akhirnya berhasil melacak lokasi kegiatan tersebut dan melakukan penggerebekan pada Rabu, 16 April 2025.
Kasubdit II Direktorat Reserse Siber Polda Sumut, Kompol Anggi Siahaan, menjelaskan bahwa aksi pornografi ini dilakukan secara sengaja untuk meraup keuntungan finansial. “Tersangka RPL dan MGOS melakukan hubungan layaknya suami istri, kemudian disiarkan secara langsung melalui aplikasi Tevi. Kegiatan ini telah berlangsung beberapa kali dengan dalih untuk mendapatkan uang dari para penonton,” jelas Kompol Anggi.
Lebih lanjut, ia menambahkan bahwa ketiga pelaku memiliki peran yang sudah terstruktur. RA sebagai otak dari kegiatan ini merekrut dan mengatur jadwal siaran, sementara dua pelaku lainnya menjadi aktor yang tampil dalam siaran. “Mereka mendapatkan bayaran dari hasil siaran tersebut, yang kemudian dibagi-bagi,” ujarnya.
Fakta mencengangkan terungkap ketika diketahui bahwa MGOS masih berusia 15 tahun. Hal ini memperburuk kondisi kasus karena selain mengandung unsur pornografi, juga mengandung unsur eksploitasi anak di bawah umur. RA kini juga dijerat dengan Undang-Undang Perlindungan Anak atas tindakan eksploitasi seksual terhadap anak.
Tindakan para pelaku tergolong sangat meresahkan karena tidak hanya melanggar hukum, tetapi juga mengganggu moral dan nilai-nilai sosial di masyarakat. Aplikasi live streaming seperti Tevi, yang seharusnya digunakan untuk hal-hal positif, justru dimanfaatkan sebagai sarana untuk melakukan tindakan tidak senonoh demi meraup keuntungan pribadi.
Pihak kepolisian kini tengah mendalami apakah terdapat jaringan yang lebih besar di balik praktik ini. Tidak menutup kemungkinan bahwa para pelaku merupakan bagian dari sindikat yang menjalankan bisnis pornografi daring dengan menjaring anak-anak muda yang rentan terhadap bujuk rayu dan tekanan ekonomi.
Dalam proses pemeriksaan, RA mengaku bahwa ia mengenal para pelaku melalui media sosial dan membujuk mereka dengan iming-iming penghasilan cepat. Ia juga mengaku telah menjalankan praktik ini selama beberapa bulan terakhir dan memiliki beberapa akun palsu untuk mengelabui aparat.
Sementara itu, MGOS kini tengah mendapatkan pendampingan dari pihak Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) serta psikolog untuk memulihkan kondisi mental dan emosionalnya. Pemerintah daerah dan instansi terkait juga diminta ikut serta dalam proses pemulihan anak yang telah menjadi korban eksploitasi ini.
Kompol Anggi mengimbau masyarakat, terutama para orang tua, agar lebih aktif mengawasi aktivitas anak-anak mereka di dunia maya. “Pengawasan orang tua sangat penting, terlebih di era digital saat ini. Jangan sampai anak-anak kita terjebak dalam lingkungan yang merusak masa depan mereka,” katanya.
Kasus ini menjadi peringatan keras bagi semua pihak tentang bahaya penyalahgunaan teknologi, terutama di kalangan remaja. Media sosial dan aplikasi live streaming, jika tidak diawasi, bisa menjadi ladang subur bagi praktik-praktik ilegal seperti pornografi daring.
Ketiga tersangka kini ditahan di Mapolda Sumut untuk proses hukum lebih lanjut. Mereka dijerat dengan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), Undang-Undang Pornografi, serta Undang-Undang Perlindungan Anak, dengan ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara.
Polda Sumut menyatakan komitmennya untuk terus memerangi kejahatan siber dan memberikan perlindungan terhadap anak-anak dari segala bentuk eksploitasi. Masyarakat diminta untuk tidak ragu melaporkan segala aktivitas mencurigakan yang berkaitan dengan pornografi atau tindakan asusila di dunia maya.
Dengan terbongkarnya kasus ini, diharapkan menjadi pelajaran bagi seluruh elemen masyarakat agar lebih bijak dalam menggunakan teknologi dan internet. Pencegahan harus dimulai dari lingkungan terkecil, yaitu keluarga, agar generasi muda tidak menjadi korban atau pelaku dari kejahatan siber yang merusak moral dan masa depan bangsa.