
TOKOBERITA.COM — Dugaan salah tangkap terhadap Ketua DPW Partai NasDem Sumatera Utara, Iskandar, oleh aparat kepolisian di Bandara Internasional Kualanamu menuai sorotan publik. Pihak PT Angkasa Pura Aviasi (APA) selaku pengelola bandara pun angkat bicara, menegaskan bahwa petugas keamanan penerbangan (Aviation Security/Avsec) tidak ikut dalam proses penangkapan di dalam pesawat.
Head of Corporate Secretary and Legal PT Angkasa Pura Aviasi, Dedi Al Subur, menyampaikan bahwa pada hari kejadian, personel kepolisian dari Polrestabes Medan memang sempat berkoordinasi dengan pihak Avsec. Namun, koordinasi itu terbatas pada pemberian izin akses menuju ruang tunggu Gate 9, tempat calon penumpang menunggu keberangkatan.
“Avsec hanya memberikan akses setelah aparat menunjukkan surat tugas resmi dan menjelaskan bahwa mereka sedang menjalankan kegiatan penegakan hukum. Kami tidak ikut dalam tindakan di dalam pesawat,” ujar Dedi melalui sambungan telepon kepada Kompas.com, Jumat (17/10/2025).
Menurut Dedi, prosedur tersebut merupakan standar operasional yang berlaku di seluruh bandara di Indonesia. Pihak Avsec memiliki kewenangan terbatas pada pengamanan area bandara, bukan untuk melakukan intervensi terhadap proses hukum yang dilakukan oleh aparat penegak hukum.
“Kalau ada aparat kepolisian yang datang membawa surat tugas dan meminta izin masuk ke area terbatas, kami wajib memfasilitasi, selama itu sesuai ketentuan. Tapi untuk tindakan penangkapan, Avsec tidak ikut campur,” tambahnya.
Ia menjelaskan, Avsec hanya memastikan bahwa seluruh kegiatan di area bandara tetap berlangsung aman dan tertib, tanpa mengganggu operasional penerbangan maupun kenyamanan penumpang. Karena itu, pihaknya menegaskan bahwa Avsec tidak berada di dalam pesawat saat penangkapan terjadi.
Peristiwa salah tangkap ini bermula ketika petugas kepolisian diduga mencari seseorang yang menjadi target operasi dan berada di area bandara. Namun, dalam prosesnya, penangkapan justru menimpa Iskandar yang saat itu hendak melakukan perjalanan dinas ke Jakarta.
Menurut sejumlah saksi mata, aparat mendatangi ruang tunggu Gate 9 dan kemudian menuju ke dalam pesawat. Tak lama setelah itu, Iskandar digiring keluar oleh beberapa petugas berseragam, sementara penumpang lain tampak kebingungan dengan situasi tersebut.
Setelah dilakukan pemeriksaan, diketahui bahwa terjadi kesalahan identifikasi terhadap sosok yang ditangkap. Iskandar akhirnya dilepaskan dan mengaku mengalami perlakuan yang tidak menyenangkan atas insiden tersebut.
Menanggapi hal itu, Dedi menegaskan kembali bahwa PT Angkasa Pura Aviasi tidak memiliki wewenang untuk menilai atau mengintervensi proses hukum yang dilakukan aparat. Namun, ia memastikan bahwa koordinasi dilakukan sesuai protokol keamanan bandara.
“Kami turut prihatin atas kejadian ini, tetapi perlu dipahami bahwa Avsec hanya berperan dalam pengawasan keamanan area bandara, bukan pelaksanaan tindakan hukum,” katanya.
Lebih lanjut, Dedi menyebut bahwa pihaknya akan melakukan evaluasi internal untuk memastikan kejadian serupa tidak menimbulkan kesalahpahaman di masa mendatang. Ia menambahkan, kerja sama antara Avsec dan aparat keamanan akan diperkuat agar koordinasi tetap berjalan profesional dan transparan.
Sementara itu, pihak Polrestabes Medan dikabarkan tengah melakukan klarifikasi dan evaluasi internal terhadap insiden salah tangkap tersebut. Menurut sumber di kepolisian, kejadian ini murni karena adanya kesalahan informasi lapangan.
Kasus ini kemudian menjadi perhatian publik, terutama di media sosial, karena melibatkan tokoh politik ternama di Sumatera Utara. Banyak pihak menilai bahwa prosedur penangkapan di area publik seperti bandara seharusnya dilakukan dengan lebih hati-hati dan profesional.
Beberapa pengamat hukum juga menyoroti pentingnya transparansi antara aparat dan pihak pengelola bandara dalam menjalankan operasi penegakan hukum di area terbatas seperti ruang tunggu penumpang dan pesawat.
Menurut pakar hukum udara, Prof. Hendra Simanjuntak, setiap tindakan aparat di bandara harus tetap memperhatikan aturan keamanan penerbangan internasional, mengingat bandara merupakan kawasan steril dan sensitif terhadap gangguan operasional.
“Dalam konteks ini, tindakan hukum tetap boleh dilakukan, tapi harus berkoordinasi dengan pihak bandara agar tidak mengganggu jadwal penerbangan maupun kenyamanan penumpang,” ujarnya.
Menanggapi situasi yang berkembang, PT Angkasa Pura Aviasi menyatakan akan terus berkoordinasi dengan pihak kepolisian dan kementerian terkait untuk memperkuat SOP penanganan hukum di kawasan bandara.
Dedi menutup keterangannya dengan menyampaikan komitmen perusahaan untuk menjaga kepercayaan publik terhadap keamanan Bandara Kualanamu. “Kami ingin memastikan bahwa setiap proses di bandara berjalan profesional, aman, dan menghormati hak-hak semua pihak,” tegasnya.
Meski Iskandar telah dibebaskan dan kasus dinyatakan sebagai salah tangkap, peristiwa ini meninggalkan pelajaran penting bagi semua pihak tentang perlunya kehati-hatian dan komunikasi yang baik dalam operasi penegakan hukum di area vital.
Hingga kini, baik pihak kepolisian maupun PT Angkasa Pura Aviasi masih menunggu hasil evaluasi resmi dari Kementerian Perhubungan dan Otoritas Bandar Udara Wilayah II Medan terkait prosedur koordinasi dan keamanan di Bandara Kualanamu.
Insiden ini menjadi momentum untuk memperkuat sinergi antara aparat hukum dan otoritas bandara, agar ke depan tidak ada lagi kesalahpahaman yang berpotensi mencoreng citra profesionalisme aparat maupun lembaga pengelola bandara.
