
Tokoberita.com – Fenomena hilal yang menjadi penanda awal bulan Hijriah diprediksi sulit terlihat di wilayah Medan dan sekitarnya pada hari ini. Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengungkapkan bahwa kondisi cuaca serta posisi hilal menjadi faktor utama yang menyebabkan pengamatan hilal mengalami kendala.
Menurut keterangan resmi dari BMKG, ketinggian hilal di wilayah Medan masih berada di bawah 2 derajat di atas ufuk. Dengan posisi yang rendah tersebut, hilal menjadi sulit diamati dengan mata telanjang, bahkan menggunakan alat bantu seperti teleskop.
“Di Medan dan sekitarnya, posisi hilal masih sangat rendah. Selain itu, cuaca yang berawan tebal memperparah kondisi sehingga pengamatan hilal berpotensi gagal,” ujar Kepala BMKG Wilayah I Medan, Sabtu (15/2/2025).
BMKG menjelaskan bahwa faktor atmosfer sangat memengaruhi visibilitas hilal. Kelembaban udara yang tinggi menyebabkan cahaya hilal terserap atau terhalang oleh lapisan atmosfer, terutama saat matahari terbenam.
Selain itu, awan tebal dan polusi cahaya dari kota-kota besar seperti Medan turut menjadi penghambat dalam proses pengamatan. Polusi cahaya dari lampu kota dapat mengurangi kontras antara langit dan hilal yang berukuran sangat tipis.
“Pengamatan hilal sangat bergantung pada kondisi langit yang cerah. Jika langit tertutup awan atau kabut, maka kemungkinan hilal terlihat sangat kecil,” tambahnya.
BMKG juga mencatat bahwa secara astronomis, konjungsi atau ijtimak (pertemuan antara matahari dan bulan) terjadi pada pagi hari. Dengan waktu tersebut, hilal menjadi sangat muda saat matahari terbenam, sehingga sulit teramati.
Beberapa lokasi di Indonesia bagian barat, termasuk Sumatera Utara, memang memiliki tantangan dalam mengamati hilal karena posisi geografis yang menyebabkan hilal terlihat lebih rendah dibandingkan daerah di wilayah timur.
Meski demikian, BMKG tetap melakukan pemantauan secara intensif menggunakan teknologi canggih seperti teleskop digital dan kamera CCD (Charge Coupled Device) yang mampu menangkap objek redup di langit.
“Kami bekerja sama dengan berbagai pihak untuk memastikan hasil pengamatan akurat. Jika hilal tidak terlihat, maka keputusan terkait awal bulan Hijriah akan mengacu pada perhitungan hisab dan hasil pantauan di wilayah lain,” jelas BMKG.
Tidak terlihatnya hilal di Medan bukanlah fenomena baru. Dalam beberapa tahun terakhir, pengamatan hilal di wilayah ini sering terkendala akibat cuaca ekstrem dan kelembaban tinggi, terutama pada musim hujan.
Ahli astronomi dari Lembaga Falakiyah menjelaskan bahwa hilal baru dapat diamati jika memenuhi kriteria Imkanur Rukyat (kemungkinan terlihat), yaitu memiliki ketinggian minimal 3 derajat dan elongasi (jarak sudut antara bulan dan matahari) sekitar 6,4 derajat.
Dengan kondisi Medan yang masih di bawah kriteria tersebut, peluang hilal terlihat sangat kecil. Meski demikian, pengamatan di wilayah lain seperti Nusa Tenggara Timur atau Papua masih memiliki kemungkinan lebih besar karena posisi hilal di wilayah tersebut lebih tinggi.
BMKG menegaskan bahwa hasil pengamatan ini akan menjadi bahan pertimbangan dalam sidang Isbat yang dilakukan oleh pemerintah bersama organisasi keagamaan. Keputusan mengenai awal bulan Hijriah akan disampaikan secara resmi setelah seluruh data dikumpulkan dan diverifikasi.
Masyarakat diimbau untuk menunggu hasil resmi dari pemerintah terkait penetapan awal bulan. BMKG juga akan terus memantau kondisi cuaca dan melakukan pengamatan lanjutan di beberapa titik strategis di seluruh Indonesia.
Fenomena hilal menjadi perhatian penting bagi umat Islam karena menjadi penentu waktu-waktu penting dalam kalender Hijriah, seperti awal Ramadhan, Idul Fitri, dan Idul Adha. Oleh karena itu, akurasi dalam pengamatan sangat dijaga agar menghasilkan keputusan yang sah secara hukum dan syariat.
Dengan perkembangan teknologi dan kolaborasi antara lembaga astronomi serta instansi terkait, diharapkan pengamatan hilal di masa depan dapat dilakukan dengan lebih akurat meskipun dihadapkan pada tantangan cuaca dan faktor alam lainnya.