
Tokoberita.COM sebuah insiden yang melibatkan seorang guru dan siswa di salah satu sekolah di medan menjadi perhatian publik setelah video viral menunjukkan seorang siswa dipaksa duduk di lantai sebagai hukuman. Peristiwa ini menyebabkan banyak pihak merasa kecewa, terutama terkait dengan cara-cara disiplin yang diterapkan oleh tenaga pengajar kepada anak didiknya.
Menurut informasi yang beredar, kejadian ini berlangsung di salah satu sekolah menengah pertama di medan pada hari rabu, 12 januari 2025. Dalam video yang viral di media sosial, seorang siswa perempuan tampak duduk di lantai kelas setelah diduga melakukan kesalahan, sementara guru yang bersangkutan berdiri di depan kelas.
Tindakan ini memicu kecaman dari berbagai kalangan, baik dari orang tua, pelajar, maupun masyarakat yang menilai hukuman tersebut tidak pantas dilakukan.
Permintaan maaf guru kepada siswa dan orang tua setelah video tersebut viral, sang guru yang terlibat dalam insiden ini segera mengeluarkan pernyataan terbuka melalui media sosial, meminta maaf atas tindakan yang telah dilakukan.
Dalam permintaan maafnya, guru tersebut mengakui bahwa ia melakukan tindakan disiplin yang tidak seharusnya, yang bertentangan dengan prinsip pendidikan yang menjunjung tinggi martabat dan penghargaan terhadap siswa.
“Saya menyadari bahwa hukuman yang saya berikan kepada siswa tersebut tidak sesuai dengan cara yang seharusnya, dan saya meminta maaf kepada siswa serta orang tua siswa tersebut,” tulis guru yang tidak disebutkan namanya.
Permintaan maaf tersebut juga disampaikan kepada seluruh pihak sekolah, termasuk kepada kepala sekolah dan rekan-rekan guru lainnya. Ia menyatakan menyesali perbuatannya dan berkomitmen untuk lebih bijaksana dalam mengambil keputusan terkait disiplin siswa di masa depan.
Tindakan sekolah: guru diberhentikan mengajar untuk sementara waktu sebagai respons terhadap insiden tersebut, pihak sekolah segera mengadakan rapat evaluasi internal untuk menanggapi kejadian tersebut.
Kepala sekolah yang tidak ingin disebutkan namanya mengatakan bahwa pihaknya sangat menyesalkan kejadian ini dan berkomitmen untuk melakukan perbaikan dalam sistem pendidikan di sekolah tersebut. Dalam pernyataannya, kepala sekolah menegaskan bahwa guru yang bersangkutan telah diberikan skorsing atau pemberhentian sementara dari tugas mengajar hingga proses evaluasi lebih lanjut selesai dilakukan.
“Ini adalah tindakan yang sangat disesalkan. Kami sudah memberikan sanksi berupa pemberhentian sementara untuk guru tersebut. Kami akan terus berupaya untuk memperbaiki sistem yang ada, termasuk dalam hal pengelolaan disiplin siswa,” ujar kepala sekolah kepada media, jumat (13/1/2025).
Ia juga mengingatkan bahwa sekolah harus menjadi tempat yang nyaman dan aman bagi seluruh siswa, dengan pendekatan yang positif dan mendidik.
Pihak orang tua siswa: menuntut pertanggungjawaban orang tua dari siswa yang menjadi korban hukuman tersebut juga menyatakan kekecewaannya terhadap cara guru memberikan hukuman.
Ayah dari siswa tersebut, yang hanya ingin dikenal dengan inisial S, mengatakan bahwa hukuman seperti itu tidak hanya tidak mendidik, tetapi juga merendahkan martabat anak.
“Sebagai orang tua, kami sangat kecewa dengan tindakan guru tersebut. Kami tidak ingin anak kami merasa dipermalukan di depan teman-temannya hanya karena kesalahan kecil,” ungkapnya.
Namun, S juga mengapresiasi langkah sekolah yang cepat dalam merespons kejadian ini dan memberi sanksi kepada guru yang bersangkutan. Ia berharap kejadian serupa tidak terulang lagi di masa depan.
“Kami berharap ini menjadi pembelajaran bagi semua pihak. Kami mendukung langkah sekolah untuk memberikan pendidikan yang lebih baik dan lebih manusiawi,” tambahnya.
Pendapat ahli pendidikan: perlu perubahan pendekatan dalam disiplin menurut sejumlah ahli pendidikan, insiden ini mencerminkan masih adanya pemahaman yang keliru tentang cara memberikan hukuman di sekolah.
Pakar pendidikan dari universitas negeri medan, dr. Hadiwijaya, menjelaskan bahwa hukuman fisik atau merendahkan martabat siswa tidak pernah menjadi solusi yang efektif dalam mendidik.
“Pendidikan seharusnya membangun karakter dan rasa percaya diri siswa. Hukuman yang merendahkan martabat mereka justru dapat menimbulkan dampak psikologis yang buruk, bahkan bisa membuat siswa merasa terasingkan dari lingkungan sekolah,” kata hadiwijaya.
Dia menambahkan bahwa saat ini banyak sekolah yang sudah mulai beralih pada pendekatan yang lebih humanis dalam mendisiplinkan siswa, seperti menggunakan teknik komunikasi yang baik, memberikan tugas perbaikan, atau mengajak siswa untuk memahami kesalahan mereka dengan cara yang positif.
Menurutnya, hal ini dapat membantu siswa untuk lebih memahami konsekuensi dari tindakan mereka tanpa merasa dihukum secara fisik atau emosional.
Komitmen sekolah untuk meningkatkan standar pendidikan dan disiplin pihak sekolah juga berencana untuk menyusun pedoman yang lebih jelas mengenai disiplin dan tindakan yang harus diambil jika ada pelanggaran.
Kepala sekolah menegaskan bahwa kejadian ini menjadi pelajaran berharga dan pihaknya akan mengadakan pelatihan bagi seluruh guru tentang pendekatan disiplin yang lebih baik dan lebih sesuai dengan prinsip pendidikan yang menjunjung tinggi hak siswa.
“Kami akan berusaha lebih memperhatikan kesejahteraan mental dan emosional siswa dengan cara yang lebih mendidik,” tutup kepala sekolah.
Sekolah ini juga berencana untuk melibatkan orang tua dan siswa dalam pembentukan kebijakan disiplin, agar semua pihak bisa bekerja sama untuk menciptakan lingkungan belajar yang lebih baik dan lebih positif.
Kesimpulan: perubahan diperlukan dalam pendekatan pendidikan insiden ini menjadi refleksi bagi seluruh pihak di dunia pendidikan untuk lebih memperhatikan pendekatan yang digunakan dalam mendidik dan mendisiplinkan siswa.
Pendidikan yang mengedepankan rasa hormat, kasih sayang, dan pemahaman akan kesalahan adalah kunci untuk menciptakan lingkungan sekolah yang sehat dan produktif. Dengan langkah-langkah yang diambil oleh sekolah dan permintaan maaf dari guru yang bersangkutan, diharapkan kejadian serupa tidak akan terjadi lagi di masa depan.